Senin, 09 Mei 2016

Jalan Perubahan

Jalan Perubahan
Jalan Perubahan


JALAN PERUBAHAN . . .

Bahkan lebih dari soal tuduhan pendusta, 
penyihir, 
dukun, 
serta gila,
bahkan lebih dari soal dikejar-kejar lalu dilempari batu sambil diteriaki hina, 
ruku' lalu dijerat lehernya, 
sujud lalu diinjak kepalanya serta dituangkan bebusuk isi jeroan unta ke punggungnya,
bahkan lebih dari soal diboikot, 
dianiaya, 
diusir, 
dan dibunuhi pengikutnya,
saya masih terngungun-ngungun,
membayangkan kesabaran lelaki agung itu....

Setiap hari dia memasuki Masjidil Haram melalui Babussalaam. 
Dia akan berdiri di belakang rukun Yamani, 
menghadapkan wajah ke Al Aqsha yang jauh di utara sekaligus Baitul 'Atiq di hadapannya,
berdiri melafalkan ayat-ayat Rabbnya,
tunduk dan pasrah pada Pencipta Alam Semesta.
Di saat lain dia seru-seru kaumnya,
dia tunaikan amanat Rabbnya,
dia sampaikan RisalahNya...

Mari membayangkan betapa sesak dada Rasulullah ﷺ dan para sahabat ketika harus shalat,
membaca Al Quran,
dan mempelajari Islam di dekat Ka’bah,
di bawah bebayang bentuk-bentuk raksasa berhala-berhala yang menistainya...

Tiga belas tahun...

Latta, 'Uzza, Manat, Hubal dan nama-nama lainnya,
tak kurang dari 360 patung dalam selingkar 360 derajat kelilingnya,
dari yang dipahat dengan halus dan berseni hingga yang kasar tak beraturan,
sesembahan berbagai kabilah itu ‘setia’ menunggui mereka yang berjuang untuk mentauhidkan Allah....

Tapi Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya tidak menghancurkannya saat itu,
sebab mereka memahami bahwa yang mereka tempuh adalah jalan dakwah.
Yang hendak mereka ubah adalah hati dan pemahaman,
bukan prasarana dan bangunan....

Tanpa perubahan hati, 
berhala yang dihancurkan hari ini hanya akan dibangun jauh lebih megah di esok hari.
Tanpa perubahan pemahaman,
wadah-wadah kedurhakaan yang dibumihanguskan hari ini akan mendapatkan simpati dan pemodal yang jauh lebih besar tak lama lagi.

Maka bahkan Rasulullah ﷺ terus bersabar hingga Fathu Makkah,
tepat 21 tahun setelah dakwah dimulai.
Di hari itulah kebenaran datang dan kebatilan lenyap.
Di hari itulah patung-patung kemusyrikan penista Ka’bah rubuh dan remuk.

Tangan yang menghancurkan berhala-berhala itu bukan hanya tangan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya,
melainkan juga tangan-tangan yang petang sehari sebelumnya masih mengelus patung-patung itu dengan ta’zhim,
menaburkan dinar dan dirham di kakinya,
serta menuangkan wewangian kepadanya.

Ini semua karena hati, akal, dan jiwa yang berubah......

Jalan dakwah adalah jalan yang panjang tempuhannya.
Panjang sebab bukan kayu atau batu,
ladang atau hutan,
dan gubug atau istana yang hendak dibongkar atau dibangunnya.
Panjang karena sasaran utamanya adalah perubahan hati,
perbaikan jiwa,
pemulihan manusia,
dan penyempurnaan akhlaq yang mulia.

Di negeri ini,
betapa kita menginginkan perubahan dengan segera,
tapi kita lupa apa yang harus diubah.....

Ada pula di antara kita yang sangat tahu apa yang harus diubah dan tegas bersemboyan,
"Rasulullah memulai dakwah dengan tauhid, dengan 'aqidah."
Tapi yang kita lakukan lalu hanya mengadakan kajian tentang 'aqidah.
Sedangkan di hari pertamanya masuk Islam,
Abu Bakr menyerahkan 40.000 dirham pada Sang Nabi.

Tentu bukan hanya untuk menyelenggarakan kajian.
Sebab dakwah ini adalah jalan mendaki lagi sulit.
Tahukah kita apa jalan yang menanjak lagi sukar itu?
Membebaskan yang teperbudak,
membagi makan pada hari susah dan sesak,
pada yatim yang berkerabat,
hingga orang miskin yang amat melarat....

"..Kemudian adalah mereka itu termasuk orang-orang yang saling berwasiat tentang kesabaran, dan saling berwasiat tentang kasih sayang.." (QS Al Balad [90]: 17)

Selasa, 03 Mei 2016

Kisah Melepas Sepatu

Kisah Melepas Sepatu
Kisah Melepas Sepatu


Terkadang dalam perjalanan, kaki perlu direhatkan dengan melepas sepatunya. Salah satu adegan melepas sepatu yang paling melekat di benak saya adalah ketika Zhuge Liang diantar Lu Su memasuki balairung Sun Quan di Wu Timur.

Tentu ini bagian dari film 'Red Cliff' garapan John Woo (2008) yang diadaptasi dari cuplikan Kisah Tiga Negara itu. Dialog yang terjadi setelah Zhuge Liang melepas sepatu adalah salah satu negosiasi paling cerdik dalam sejarah.

Pada tahun 210 itu, Dinasti Han sedang di ambang keruntuhan. Para pejabat dan kasim berebut pengaruh. Kaisar Xian Di tak berdaya di hadapan Perdana Menterinya, Cao Cao, yang menggunakan nama sang Kaisar untuk menghimpun kuasa, kekuatan, dan kekayaan bagi dirinya. Tinggal Liu Bei, Paman jauh Kaisar dan Sun Quan, penguasa Wu Timur yang belum takluk. Tapi Liu Bei baru saja mengalami kekalahan berat di Xin Ye, maka para pembesar Wu Timur terbelah, antara para panglima yang hendak melawan atau para penasehat yang mau bergabung dengan Cao Cao.

Zhuge Liang, sang naga tidur yang bijak, penasehat kepercayaan Liu Bei itu datang ke Wu Timur untuk membangun persekutuan. Dia melepas sepatunya yang berlumpur setelah perjalanan panjang berhari-hari tanpa rehat dan mengibaskan jubahnya yang penuh debu dengan anggun sebelum memberi salam pada Sun Quan. Para penasehat yang memilih berdamai dengan Cao Cao menatapnya curiga sembari berkasak-kusuk,
sementara para panglima saling berbisik bahwa kedatangan Zhuge Liang adalah pertanda baik.

"Tuan Zhuge", sambut Sun Quan, "Kudengar pasukan Tuanku Liu Bei dilumat hancur ke dalam lumpur oleh pasukan Cao Cao di Xin Ye.."

"Kekalahan di Xin Ye", sahut Zhuge Liang sambil menjura tenang, "Terutama disebabkan kemuliaan hati Yang Mulia Liu Bei. Beliau memerintahkan pasukannya melindungi semua rakyat yang mengikuti beliau, sehingga gerak kami semua menjadi lamban."

"Memangnya seberapa besar kekuatan Cao Cao?"

"Delapan ratus ribu pasukan", seru Zhuge Liang. Para penasehat terperangah dan berseru panik. "Menyerang serentak dari darat, sungai, dan lautan."

"Kita tak mungkin menang melawan Cao Cao!", ujar seorang pejabat. "Lebih baik segera menyerah, bergabung dengannya", sahut yang lain. "Kalau perlu kita tangkap orang ini dan juga Liu Bei, jadikan mereka hadiah persahabatan untuk Cao Cao!"

"Pengecut tak punya malu kalian", teriak seorang panglima di sisi seberang. "Kalaupun harus kalah dari Cao Cao, kita akan beri dia pukulan yang pahit dari kegagahan prajurit Wu!"

Sun Quan menenangkan mereka yang berdiri saling tuding dalam tengkar. "Kalau memang tak mungkin melawan Cao Cao", tanya Sun Quan, "Mengapa Liu Bei tidak menyerah saja?"

"Menyerah atau melawan", sahut Zhuge Liang, "Bukan hanya soal kalah menang. Ia adalah tentang kejujuran jiwa dan kebijakan nurani." Dengan fasih sang naga tidur mengutip Guru Kong Tze dan Meng Tze, membuat semua tertunduk malu.

"Jika Tuanku Liu Bei memang harus kalah, barangkali itu takdirnya", kata Zhuge Liang sambil terus mengatupkan jemari tanda hormat dan menekankan kata-katanya, "Tapi bagaimana mungkin beliau akan menyerah dan mendukung seorang tiran? Itu akan menjadi aib yang tak terampunkan." Mata Zhuge Liang melirik ke arah para penasehat yang tersentak kena hunjaman kata-katanya.

"Tapi..", tambahnya sambil berbalik dan mengibaskan kipas bulu elangnya, "Jika memang Tuanku Sun Quan berfikir untuk menyerah, mohon lakukanlah segera. Ini akan mengurangi rengekan orang-orang di ruangan ini dan siapa tahu.. Hhh.. Siapa tahu Cao Cao tetap akan mempertahankan kedudukan Tuanku sebagai penguasa Wu."

"Jadi kaukira aku ini pengecut rendahan kalau dibanding Liu Bei?", labrak Sun Quan di belakang Zhuge Liang. Sang naga tidur segera berbalik dan menjura dengan ekspresi maaf dan menyesal.

"Bukan demikian maksud hamba", runduk Zhuge Liang. "Selama tiga generasi Keluarga Sun memerintah wilayah Wu yang luas dengan adil dan bijak, menjadikannya sebagai daerah yang makmur dan sentausa. Ini saja sudah merupakan keunggulan Paduka dibanding Tuanku Liu Bei. Maka sungguh jika kami dan Tuanku menggabungkan kekuatan, Pasukan Cao Cao yang menindas rakyat itu pasti dapat kita kalahkan."

"Lebih dari separuh pasukan Cao Cao adalah tentara dari daerah taklukannya. Kesetiaan mereka tak dapat diandalkan. Meski jumlahnya besar, mereka dipaksa untuk berjalan puluhan Li dalam sehari. Mereka pasukan yang kelelahan. Terlebih, daerah Wu yang didominasi Sungai Yang Tze tak dikenal dan akan mendatangkan banyak kesulitan bagi mereka yang datang dari dataran Utara.."

"Yang Mulia", pungkas Zhuge Liang, "Pasukan Cao Cao ini ditakdirkan untuk hancur di Wu."

Sun Quan segera terpikat oleh argumentasi Zhuge Liang, hingga para penasehat histeris putus asa mencoba mencegah perang. Tapi keputusan itu baru akan meyakinkan kalau didukung oleh ipar sang adipati, panglima tertingi Wu yang bernama Zhou Yu. Dan kisah Zhuge Liang melobi Zhou Yu yang tak kalah menarik akan kita ceritakan di lain waktu.

Ada satu lagi cerita melepas sepatu yang amat dahsyat, dan ia terjadi di masa Tabi'in.

Saat itu, Khalifah Bani 'Umayyah, Hisyam ibn 'Abdil Malik sedang menunaikan haji. Begitu memasuki Tanah Haram, dia berkata kepada para pemuka Mekah, “Carikan aku seorang sahabat Rasulillah ﷺ.”

“Wahai Amirul Mukminin", jawab mereka, "Para sahabat telah wafat satu demi satu hingga tiada yang tersisa di antara mereka.”

“Jika demikian", sahut Hisyam, "Carikan di antara ulama tabi’in!”

Maka dipanggillah Thawus bin Kaisan Al Yamani.

Thawus bin Kaisan datang, beliau membuka sepatunya di tepi permadani, lalu bertabik, "Assalaamu'alaika Ya Hisyam!"

Ya, beliau beruluk salam tanpa menyebut gelar “Amirul Mukminin”, bahkan hanya menyebut namanya saja tanpa kuniyah ataupun laqab kehormatan. Kemudian beliau langsung duduk sebelum Khalifah memberi izin dan mempersilakannya.

Hisyam tersinggung dengan perlakuan ini, hingga tampak nyala kemarahan dari sorot matanya. Baginya ini penghinaan nyata di hadapan para pembesar dan pengawalnya. Sadar bahwa saat itu dia berada di Rumah Allah, dia tahan emosinya lalu berkata, “Mengapa kau berbuat seperti ini wahai Thawus?”

“Memang apa yang kulakukan?”

“Kau melepas sepatu di tepi permadaniku, kau tidak memberi salam penghormatan, kau hanya memanggil namaku tanpa gelar, lalu duduk sebelum disilakan.”

"Adapun tentang melepas sepatu, bahkan akupun melepasnya lima kali sehari di hadapan Allah Yang Maha Esa, maka hendaknya kau tak perlu marah atau gusar. Adapun aku tidak memberi salam tanpa menyebutkan gelar Amirul Mukminin, itu karena tidak seluruh muslimin membai’atmu. Aku takut menjadi pembohong jika menggelarimu dengan julukan yang tak sepatutnya."

"Apakah kau juga tidak rela jika aku menyebut namamu tanpa gelar kebesaran, padahal Allah memanggil nabi-nabiNya dengan nama mereka, 'Wahai Dawud, Wahai Yahya, Wahai Musa, Wahai 'Isa'. Sebaliknya, Dia menyebut musuhNya dengan kuniyah dan laqab kehormatan mereka; Abu Lahab dan Fir'aun misalnya."

"Adapun mengapa aku duduk sebelum dipersilakan, ini karena aku mendengar Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib berkata, 'Bila engkau hendak melihat seorang ahli neraka, maka lihatlah seorang yang duduk sedangkan orang-orang di sekelilingnya berdiri.' Aku tidak ingin kau menjadi ahli neraka, maka kutemani engkau duduk.”

Khalifah Hisyam lalu menghela nafas. "Nasehatilah aku wahai Aba 'Abdirrahman", ujarnya.

"Aku mendengar Amirul Mukminin 'Ali ibn Abi Thalib berkata, 'Di neraka ada ular sebesar pilar-pilar dan kalajengking sebesar rumah yang mematuk dan menyengat tiap penguasa yang curang dan aniaya pada rakyatnya."

Semoga Allah merahmati sang burung merak kebenaran, Thawus ibn Kaisan Al Yamani. Dia telah mengamalkan keutamaan yang disebut Rasulullah ﷺ seperti direkam Imam At Tirmidzi, "Jihad yang paling afdhal adalah mengatakan kebenaran di hadapan pemimpin yang zhalim."

Bersama Muhajirin dan Anshar

Bersama Muhajirin dan Anshar
Bersama Muhajirin dan Anshar






“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama di antara para Muhajirin dan para Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan; Allah telah ridha pada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Demikian itulah keberuntungan yang besar.” (QS At Taubah [9]: 100)

Mari berterimakasih pada sahabat Nabi yang mulia,
sang Qari’ agung,
narasumber yang dirujuk para sahabat dalam soal Al Quran..


Ubay ibn Ka’b, Radhiyallahu ‘Anhu...



Terkisah dalam Tafsir Ath Thabari dari Muhammad ibn Ka’b Al Qurazhi,
bahwasanya ‘Umar ibn Al Khaththab pernah melewati seseorang yang sedang membaca ayat ke-100 dari Surat At Taubah ini..
Maka ‘Umar mencekal tangan orang itu dan menatapnya dengan tajam sembari berkata,

“Siapakah yang mengajarkan ayat ini dibaca seperti itu kepadamu?”

Orang itu menjawab dengan agak takut, “Ubay ibn Ka’b”.

“Jangan sekali-kali kamu pergi sebelum kita menjumpai Ubay untuk mendapatkan keterangannya!”, ujar ‘Umar sembari menarik lelaki itu untuk menemui Ubay ibn Ka’b.


Ketika mereka telah sampai kepada Ubay,
maka ‘Umarpun menanyakan tentang ayat tersebut,
yang memang berbeda cara membacanya dari yang beliau fahami selama ini..

“Benar wahai Amiral Mukminin, aku yang membacakan ayat itu kepadanya dengan qiraat seperti itu sebagaimana dahulu Rasulullah telah membacakannya kepadaku!”, tegas Ubay.

“Apakah engkau bisa menghadirkan dua saksi yang adil untuk mendukung dakuanmu itu?”

“Inilah ‘Utsman ibn ‘Affan, ‘Ali ibn Abi Thalib, ‘Abdullah ibn Mas’ud, Mu’adz ibn Jabal, dan Zaid ibn Tsabit menjadi saksiku. Tak cukupkah bagimu para penulis Rasulullah dan para penghimpun Al Quran?”

“Baik”, ujar ‘Umar sembari menghela nafas dengan sesal sekaligus lega. “Hanyasaja aku dulu mengira bahwa kami para sahabat yang berhijrah telah dikaruniai derajat tinggi yang takkan dapat digapai siapapun sesudahnya."

"Maka aku membacanya dari catatanku, ‘Wassabiqunal awwaluna minal muhajirin. Wal ansharulladziinat taba’uhum bi ihsan..

Dan para terdahulu lagi mula-mula dari kalangan muhajirin. Dan orang-orang Anshar yang mengikuti para muhajirin itu dengan kebaikan.’ Tetapi dari kalian aku baru tahu, ayat itu seharusnya dibaca, ‘Wassabiqunal awwaluna minal muhajirina wal anshar, walladzinat taba’uhum bi ihsan.. Dan para terdahulu lagi mula-mula dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan..”

“Berkenankah engkau wahai Amiral Mukminin”, sela Ubay sembari tersenyum, “Kuberikan dua hujjah lagi dari Al Quran untuk menegakkan pemahaman itu, bahwa ada kaum di belakang masa yang akan Allah muliakan sebagaimana kita?”

“Tentu”, angguk ‘Umar dengan mantap.

“Dalil peneguh pertama ada dalam Surat Al Jumu’ah, ayat yang ketiga, ‘Dan juga kepada kaum yang lain daripada mereka, yang belum berhubung-jumpa dengan mereka..’

Dalil peneguh kedua ada dalam Surat Al Hasyr, ayat yang kesepuluh, ‘Dan orang-orang yang datang sesudah para Muhajirin dan Anshar, yang mereka berdoa...”

Segala puji bagi Allah, dan semoga Dia membalas kebaikan Ubay ibn Ka’b,
salah satu dari empat Mahaguru Al Quran yang ditunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dengan penjelasan beliau ketika meluruskan kesalahfahaman Sayyidina ‘Umar terfahami dua hal penting.

Pertama, bahwa para As Sabiqunal Awwalun ada dari kalangan Muhajirin maupun juga dari Anshar.

Yang kedua, -dan inilah yang amat permata bagi kita-, bahwa dimungkinkan bagi insan-insan yang hidup jauh sesudah kurun para sahabat untuk meraih karunia yang serupa dengan apa yang telah dianugrahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para As Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar.

Allah telah ridha kepada mereka,
dan merekapun ridha kepada Allah.
Maka kita juga ridha kepada mereka semua.
Kita ridha agar kelak dihimpun bersama mereka.
Kita ridha bahwa merekalah gemintang di langit cerah yang akan memandu perjalanan kita di kehidupan dunia yang bagai malam gulita...


Senin, 02 Mei 2016

Bertemu Jodoh Lewat Bersin


Bertemu Jodoh Lewat Bersin
Bertemu Jodoh Lewat Bersin


True Story....

Kisah KH AL-Ny. Hj. SNA..
Di Magelang..

Dalam sebuah perjalanan kereta api dari Jakarta ke Yogyakarta, tahun 1980-an..
pemuda itu bersin di kursinya..
Diapun bertahmid, “Alhamdulillaah.”
Dari seberang tempat duduknya terdengar suara lirih namun tegas, “Yarhamukallaah.”
Maka diapun menjawab, “Yahdikumullah, wa yushlihu baalakum”, lalu menoleh..
Yang dia lihat adalah jilbab putih, yang wajahnya menghadap ke jendela..

Ini tahun 1980-an..
Jilbab adalah permata firdaus di gersangnya dakwah..
Dan ucapan “Yarhamukallaah” adalah ilmu yang langka..
Keduanya terasa surgawi..


Maka bergegas, disobeknya kertas dari buku agenda & diambilnya pena dari tasnya..
Disodorkannya pada muslimah itu..
“Dik”, ujarnya, “Tolong tulis nama Bapak Anda & alamat lengkapnya.”.

Gadis itu terkejut. “Buat apa?”, tanyanya dengan wajah pias lagi khawatir..

“Saya ingin menyambung ukhuwah & thalabul ‘ilmi kepada beliau”, ujar sang pemuda. “Amat bersyukur jika bisa belajar dari beliau bagaimana mendidik putra-putri jadi Shalih & Shalihah.”

Masih ragu, gadis itupun menuliskan sebuah nama & alamat..

“Kalau ada denahnya lebih baik”, sergah si pemuda..


Beberapa hari kemudian, pemuda itu mendatangi alamat yang tertulis di kertas..

Diketuk pintunya, dia ucapkan salam..
Seorang bapak berwajah teduh & bersahaja menyambutnya..

Setelah disilakan duduk, sang bapak bertanya, “Anak ini siapa & ada perlu apa?”
Dia perkenalkan dirinya, lalu dia berkata, “Maksud saya kemari,

pertama nawaituz ziyarah libina-il ukhuwah. Saya ingin, semoga dapat bersaudara dengan orang-orang Shalih sampai ke surga.”

“Yang kedua”, sambungnya, “Niat saya adalah thalabul ‘ilmi. Semoga saya dapat belajar pada Bapak bagaimana mendidik anak jadi Shalih dan Shalihah.”

“Yang ketiga”, di kalimat ini dia agak gemetar, “Jika memungkinkan bagi saya belajar langsung tentang itu di bawah bimbingan Bapak dengan menjadi bagian keluarga ini, saya sangat bersyukur. Maka dengan ini, saya beranikan diri melamar putri Bapak.”


“Lho Nak”, ujar si Bapak,
“Putri saya yang mana yang mau Anak lamar? Anak perempuan saya jumlahnya ada 5 itu?”

“BismiLlah. Saya serahkan pada Bapak, mana yang Bapak ridhakan untuk saya. Saya serahkan urusan ini kepada Allah dan kepada Bapak.

Sebab saya yakin, husnuzhzhan saya, bapak sebagai orang Shalih, juga memiliki putri-putri yang semua Shalihah.”


“Lho ya jangan begitu. Lha anak saya yang sudah Anda kenal yang mana?”
“Belum ada Pak”, pemuda itu nyengir..

Orangtua itu geleng-geleng kepala sambil tersenyum bijak. “Sebentar Nak”, kata si Bapak,

“Lha Anda bisa sampai ke sini, tiba-tiba melamar anak saya itu ceritanya bagaimana?”

Pemuda itupun menceritakan kisah perjumpaannya dengan putri sang Bapak di Kereta. Lengkap dan gamblang.

Sang bapak mengangguk-angguk. “Ya kalau begitu”, ujar beliau, “Karena yang sudah Anda nazhar (lihat) adalah anak saya yang itu, bagaimana kalau saya tanyakan padanya kesanggupannya,apakah anak juga ridha padanya?”


Pemuda itu mengangguk dengan tersipu malu..

Singkat cerita, hari itu juga mereka diakadkan,
dengan memanggil tetangga kanan-kiri tuk jadi saksi.


Maharnya?
Pena yang dipakai pemuda itu meminta alamat sang Bapak pada gadis di kereta yang akhirnya jadi isterinya, ditambah beberapa lembar rupiah yang ada di dompetnya.


Hingga kini mereka dikaruniai 6 putra-putri.
Satu putra telah wafat karena sakit setelah mengkhatamkan hafalan Qurannya.
Lima yang lain, semua juga menjadi para pemikul Al Quran.


Pasangan yang tak lagi muda itu,
masih suka saling menggoda hingga kini.
Itu tak lain, karena sang suami memang berpembawaan lucu.

“Salim”,(bkn nama sebenarnya) ujarnya pada suatu hari, “Bibimu ini lho, cuma saya bersin-i saja jadi istri. Lha coba kalau saya batuk, jadi apa dia!” Saya terkekeh.

Dan lebih terbahak ketika bibi saya itu mencubit perut samping suaminya. “Kalau batuk”, ujar Hafizhah Qiraat Sab’ah ini, ingin bercanda tapi tak dapat menahan tawanya sendiri,

 “Mungkin beliau jadi sopir saya!”


Ya Allah.... jagalah mereka, sebab mereka menjaga KitabMu di sebuah pesantren sederhana di pelosok negeri ini...


—— :: Misteri jodoh itu unik kawan. Lagi gak nyari,
eh malah ketemu.
Pas nyari sampai bertahun-tahun,
eh gak cocok aja..
Jodoh itu sudah ditakdirkan, jadi gak perlu risau, galau, parau.melau...

Kisah Dibalik Kata "BAHLUL"

Nama BAHLUL
Kisah Dibalik Kata "BAHLUL"


" BAHLUL " 


"Bahlul" adalah kata yang biasa kita gunakan untuk mensifati orang yang bodoh, 

tapi dari mana asal kata itu.....??????


Siapa BAHLUL?
Nama BAHLUL


Dikisahkan, 
sesungguhnya BAHLUL seorang yang dikenal sebagai orang gila di zaman Raja Harun Al-Rasyid (Dinasti Abbasiyah)...

Pada suatu hari Harun Al-Rasyid lewat di pekuburan, 
dilihatnya Bahlul sedang duduk disana..

Berkata Harun Al-Rasyid kepadanya : "Wahai Bahlul, bilakah kamu akan berakal.. ?", 

Mendengar itu Bahlul beranjak dari tempatnya dan naik keatas pohon, lalu dia memanggil Harun Al-Rasyid dengan sekuat suaranya dari atas pohon, 
" Wahai Harun yang gila, bilakah engkau akan sedar....? ", 

Maka Harun Al-Rasyid menghampiri pohon dengan menunggangi kudanya dan berkata : "Siapa yang gila, aku atau engkau yg selalu duduk dikuburan....?". 

Bahlul berkata : "Aku berakal dan engkau yang gila", 

Harun : "Bagaimana itu bisa...?", 

Bahlul : "Karena aku tau bahwa istanamu akan hancur dan kuburan ini akan tetap ada, maka aku memakmurkan kubur sebelum istana, dan engkau memakmurkan istanamu dan menghancurkan kuburmu, sampai- sampai engkau takut untuk dipindahkan dari istanamu ke kuburanmu, padahal engkau tahu bahwa kamu pasti masuk dalam kubur, maka katakan wahai Harun siapa yang gila di antara kita...?". 

Bergetarlah hati Harun, 
lalu menangis dengan tangisan yang sampai membasahi jenggotnya, 

lalu Harun berkata : "Demi ALLAH engkau yang benar, Tambahkan nasehatmu untukku wahai Bahlul". 


Bahlul : "Cukup bagimu Al-Qur'an maka jadikanlah pedoman". 

Harun : "Apa engkau memiliki permintaan wahai Bahlul....? Aku akan penuhi". 

Bahlul : "Iya aku punya 3 permintaan, jika engkau penuhi aku akan berterima kasih padamu". 

Harun : "mintalah..." Bahlul : 

Bahlul : 1. "Tambahkan umurku". 

Harun : "Aku tak mampu", 

Bahlul: 2. "Jaga aku dari Malaikat maut". 

Harun : "Aku tak mampu", 

Bahlul: 3. "Masukkan aku kedalam surga dan jauhkan aku dari api Neraka". 

Harun : "Aku tak mampu". 


Bahlul : "Ketahuilah bahwa engkau dimiliki (seorang hamba) dan bukan pemilik (Tuhan), maka aku tidak perlu padamu". 



*Kisah ini dikutip dari kitab yang berjudul عقلاء ﺍﻟﻤﺠﺎﻧﻴﻦ 
"Orang-orang Gila Yang Berakal" 


Tetapi kita menggunakan perkataan BAHLUL untuk mengatakan seseorang itu bodoh sedangkan ia adalah merupakan nama Ulama yang hebat

UntukMu Sahabat Dunia AkhiratKu

Apakah hidupmu hanya menanti jodoh,rezeki dan hanya galau karena menanti cinta yang tak pasti ?
sholat mengikuti sunnahNya dan membaca Alqur'an, niscaya hati menjadi tenang. Namun coba baca yang dibawah ini .. Hidup ini tak lain hanyalah PENANTIAN.
MENANTI sholat dan disholatkan.
.
UntukMu Sahabat Dunia AkhiratKu

Berapa ramai kita hidup dalam fatamorgana dunia?
sedang kain kafan kita sedang ditenun.

=============================

untukmu yang tercinta, sahabat..
mungkin sekarang, kita bebas berjumpa,
menggerai tawa bersama,
berbagi cerita ceria,

Tak kan kubiarkan seseorang membuatmu terluka,
kan kupastikan kamu slalu bahagia,

Sahabat,
aku hanya berpesan,
jangan pernah tinggal sholat,
jangan lupa slalu bermunajat,
jangan lupa bertaubat,

hidup ini singkat sahabat,
mungkin hari ini kita slalu bersama,
slalu bertemu dalam doa,
slalu berbagi bersama,
tapi..
aku mohon..
jangan marah,
apabila kelak di padang mahsyar,
aku tak menyapamu..

jangan marah,
apabila kelak dipadang mahsyar,
aku tak berada disampingmu meski hanya sekedar menenangkanmu,

jangan marah,
bila ketika dipadang mahsyar..
aku sudah tak mengenalimu,

jangan marah,
Apabila kelak dipadang mahsyar,
aku sudah sibuk dengan dosaku sendiri,

jangan marah..
bila kelak dipadang mahsyar,
aku hanya sekedar lewat tanpa melihatmu..

UntukMu Sahabat Dunia AkhiratKu

bukan..
bukan berarti aku melupakanmu.
bukan berarti aku sudah tak menyayangimu.
bukan berarti aku sombong.
melainkan.. disaat itulah aku sudah berada dibatas waktuku.
karena aku yakin, engkau juga kan begitu.

Tapi, meski akan ada masa itu..
aku slalu membingkai senyummu dengan frame terindah dihatiku..
kutulis namamu dalam surat terindah digenggamanku..

bukankah kau juga begitu?

Bolehkah ku meminta satu permintaan padamu?

apabila kamu kelak disyurga dan tak menemuiku disana,
mohon tanyakanlah pada Allah tentang keberadaanku.
dan carilah aku dineraka lalu keluarkanlah aku dari sana (cry emoticon)
ku harap kamu mau melakukannya, wahai sahabat dunia akhiratku..Aamiin

Seperti Apakah Wanita Shalihah Itu???

Seperti Apakah Wanita Shalihah Itu???
Seperti Apakah Wanita Shalihah Itu???


adalah dengan basuhan air wudhu...

Merah bibirnya adalah memperbanyak dzikir kepada Allah di mana pun berada...

Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al Quran....

Sosok pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan...


Bahkan, kalaupun ia polos tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukan hati tiap-tiap orang di sekitarnya...

Wanita shalihah tidak mau kekayaan termahalnya berupa iman akan rontok..


Dia sangat memperhatikan kualitas kata-katanya..


Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi...

Dia sadar betul bahwa kemuliaannya justru bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).


Wanita shalihah itu murah senyum, karena senyum sendiri adalah shadaqah..


Namun, tentu saja senyumnya proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. I

ntinya, senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain..

Bisa dibayangkan jika kaum wanita kerja keras berlatih senyum manis semata untuk meluluhkan hati laki-laki..

Wanita shalihah juga harus pintar dalam bergaul dengan siapapun.


 Dengan pergaulan itu ilmunya akan terus bertambah, sebab ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui..


Kedekatannya kepada Allah semakin baik sehingga hal itu berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain..

Pendek kata, hubungan kemanusiaan dan taqarrub kepada Allah dilakukan dengan sebaik mungkin.

Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah dari kemampuannya memelihara rasa malu..


Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya akan selalu terkontrol. Tidak akan ia berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al Quran dan As Sunnah...

Dan tentu saja godaan setan bagi dirinya akan sangat kuat...

Jika ia tidak mampu melawan godaan tersebut, maka bisa jadi kualitas imannya berkurang..

Semakin kurang iman seseorang, maka makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, maka makin buruk kualitas akhlaknya...




Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat...


Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Karena ia yakin betul bahwa Allah tidak akan pernah meleset memberikan karunia kepada hamba-Nya...

Makin ia menjaga kehormatan diri dan keluarganya, maka Allah akan memberikan karunia terbaik baginya di dunia dan di akhirat....