Rabu, 13 Desember 2017

Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 3)

Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 3)


LINGKUNGAN MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN UMAR BIN ABDUL AZIZ

Lingkungan Sosial memegang peranan kuat dan penting dalam membangun dan mencetak orang besar. Umar bin Abdul Aziz hidup di zaman keemasan Islam, zaman di mana masyarakat yang saleh, bertakwa, cinta terhadap ilmu, dan keteguhan berpegang pada Alquran dan sunah merupakan ciri dominan masyarakatnya. Masyarakat yang menganggap dosa adalah aib yang besar dan memalukan, yah itulah kondisi umum masyarakat pada saat itu.

Saat itu pula orang-orang mulia yang dicintai Allah dan rasul-Nya masih ditemui,

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 100).

Benar saja, muhajirin dan anshar masih ada dan setia membimbing umat nabi mereka. Umar bin Abdul Aziz berguru kepada Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib, Sa’ib bin Yazid dan Sahal bin Sa’ad. Umar meminta sebuah gelas yang pernah dipakai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam minum dari Sahal bin Sa’ad. Ia pernah shalat mengimami sahabat yang mulia Anas bin Malik, beliau pun memuji Umar dengan mengatakan, “Aku tidak melihat anak muda yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam daripada anak muda ini.”

PENDIDIKAN UMAR BIN ABDUL AZIZ

Abdul Aziz, ayahanda Umar memilih Shalih bin Kaisan sebagai pendidik anaknya, Shalih pun mendidiknya dengan baik. Shalih mengharuskan Umar shalat lima waktu berjamaah di masjid. Suatu hari Umar tertinggal dari shalat berjamaah, maka Shalih bin Kaisan pun bertanya, “Apa yang menyibukkanmu?” Umar menjawab, “Pelayanku menyisir rambutku.” Shalih berkata, “Sedemikian besar perhatianmu terhadap menyisir rambut, sampai-sampai kamu tertinggal shalat.” Lalu Shalih menyampaikan hal itu kepada ayah Umar bin Abdul Aziz, maka ayahnya mengutus seseorang dan langsung mencukur rambutnya tanpa bertanya apa-apa lagi.

Di antara guru-guru yang berpengaruh bagi dirinya adalah Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, Umar sangat menghormatinya, menimba ilmu darinya, beradab dengan meniru prilakunya, dan sering mengunjunginya, sampai ketika Umar menjadi gubernur Madinah, ia pun sering melakukan hal itu. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, ia mengatakan, “Seandainya Ubaidullah masih hidup, niscaya aku tidak menetapkan sebuah keputusan kecuali berpijak dengan pendapatnya. Aku berharap memperoleh ini dan ini dengan satu hari bersama Ubaidullah.”

Gurunya yang lain adalah Sa’id bin Al-Musayyib, ia dijuluki sebagai bintangnya para tabi’in. Jika generasi sahabat memiliki Abu Bakar sebagai tokoh utama, maka generasi tabi’in diwakilkan oleh Sa’id bin Al-Musayyib, demikianlah pujian ulama terhadapnya. Ia merupakan seorang ulama yang kharismatik, berwibawa, dan disegani oleh para pemimpin. Bilamana khalifah datang ke suatu masjid yang memerlukan untuk mengosongkan masjid tersebut, sementara di sana sedang duduk Sa’id, maka khalifah tidak akan berani menyentuhnya karena kewibawaannya. Ia tidak pernah mendatangi seorang gubernur pun selain Umar. Menunjukkan keshalihan dan kebaikan Umar pun diakui di mata seorang Sa’id bin Al-Musayyib.

Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab juga merupakan salah seorang gurunya. Sa’id bin Al-Musayyib pernah memujinya, “Putra Umar (bin Khattab) yang paling mirip dengannya adalah Abdullah, dan anak Abdullah yang paling mirip dengannya adalah Salim.” Umar sangat menyayangi Salim, saking sayangnya, orang-orang pun menganggapnya berlebihan. Namun Umar membela diri karena Salim memang layak mendapatkan hal seperti itu.

Suatu hari, Salim bin Abdullah datang kepada Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, saat itu salim memakai baju yang kasar dan usang. Sulaiman menyambutnya dengan hangat dan mempersilakannya duduk di singgasananya. Umar bin Abdul Aziz ikut hadir di majlis tersebut, maka seorang laki-laki di barisan belakang berkata kepada Umar, “Apakah pamanmu itu tidak bisa memakai baju yang lebih bagus dan lebih baik dari bajunya itu untuk menghadap amirul mukminin?” Orang yang berbicara ini memakai baju yang bagus dan mahal. Umar menjawab. “Aku tidak melihat baju yang dipakai pamanku itu mendudukkannya di tempatmu ini, dan aku juga tidak melihat bajumu ini bisa mendudukanmu di tempat pamanku itu.”

Umar bin Abdul Aziz terdidik dan belajar di tangan para ulama dan fuqaha’ dalam jumlah besar, jumlah gurunya mencapai tiga puluh tiga orang; delapan dari mereka adalah sahabat dan dua puluh lima lainnya adalah tabi’in. Umar bin Abdul Aziz menimba ilmu dan hikmah dari mereka, sehingga tampaklah ilmu dan akhlak yang mulia pada dirinya. Ia memiliki jiwa yang tangguh dalam menghadapi rintangan, keteguhan pemikiran yang mendalam dan selalu merenungkan Alquran, berkemauan kuat, dll.

Inilah faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian Umar. Sejak kecil ia sudah ditempa oleh pribadi-pribadi luhur dan agung. Membimbingnya agar menjadi seorang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah.

Bersambung insya Allah…

Sumber: Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung, Umar bin Abdul Aziz. Oleh Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi. Penerbit: Darul Haq

Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 1)
Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 2)

Resource : KisahMuslim.Com

Selasa, 12 Desember 2017

AWAS! TERHADAP MANUSIA ‘PEMAKAN BANGKAI’

AWAS! TERHADAP MANUSIA ‘PEMAKAN BANGKAI’


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian menggunjing satu dengan yang lain. Apakah salah seorang dari kalian senang apabila dia memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, maka tentunya kalian membencinya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujurat : 12).

Ayat yang mulia ini memberikan pelajaran penting kepada kita, diantaranya :

Pelajaran Pertama:

Menggunjing atau ghibah merupakan dosa besar. Hal itu dikarenakan Allah menyerupakan perbuatan ghibah itu dengan memakan daging bangkai manusia sementara perbuatan itu termasuk dosa besar. Demikian papar Syaikh as-Sa’di rahimahullah (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 802)

Pelajaran Kedua:

Hadits ini menunjukkan bahwa apabila seseorang menyebutkan kejelekan saudaranya ketika dia tidak hadir maka itu adalah perbuatan ghibah.

Hal itu sebagaimana telah dijelaskan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kalian tahu apa yang dimaksud dengan ghibah?”. Maka mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau mengatakan, “Yaitu kamu menceritakan tentang saudaramu yang dia tidak senangi.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana kalau apa yang saya katakan itu benar ada pada diri saudaraku?”. Maka beliau menjawab, “Kalau padanya terdapat apa yang kau katakan maka sungguh kamu telah menggunjingnya. Dan apabila tidak ada seperti yang kamu katakan maka itu berarti kamu telah berdusta atas namanya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Birr wa as-Shilah wa al-Aadab, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Sedangkan apabila dia menyebutkan kejelekan itu di depannya secara langsung maka itu berarti dia telah mencelanya. Namun, apabila ghibah itu dilakukan dalam rangka nasehat -misalnya menyebutkan kejelekan periwayat hadits- atau menerangkan keadaan orang ketika diperlukan -misal ketika dimintai pendapat sebelum menjalin pernikahan dengan seseorang- maka hal itu tidak mengapa (lihat Syarh Riyadhus Shalihin [4/79]).

Pelajaran Ketiga:

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa menjaga lisan agar tidak menggunjing merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Dan ayat ini juga menunjukkan bahwa orang yang tidak bisa menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang jelek – salah satunya adalah ghibah- menunjukkan bahwa ketakwaannya rendah (lihat Syarh Riyadhus Shalihin [4/79]).

Ketakwaan yang muncul secara lahir, dengan ucapan atau perbuatan itu pada hakikatnya merupakan cerminan apa yang ada di dalam hati.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demikian itu, karena barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya hal itu muncul dari ketakwaan di dalam hati.” (QS. al-Hajj : 32).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia berkata-kata baik atau diam.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Adab dan Muslim dalam Kitab al-Iman dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “..pokok keimanan itu tertanam di dalam hati yaitu ucapan dan perbuatan hati. Ia mencakup pengakuan yang disertai pembenaran dan rasa cinta dan ketundukan. Sedangkan apa yang ada di dalam hati pastilah akan tampak konsekuensinya dalam perbuatan anggota badan. Apabila dia tidak melakukan konsekuensinya maka itu menunjukkan bahwa iman itu tidak ada atau lemah. Oleh karena itu maka amal-amal lahir itu merupakan konsekuensi dari keimanan di dalam hati. Ia merupakan pembuktian atas apa yang ada di dalam hati, tanda dan saksi baginya. Ia merupakan cabang dari totalitas keimanan dan bagian dari kesatuannya. Walaupun demikian, apa yang ada di dalam hati itulah yang menjadi pokok/sumber bagi apa-apa yang muncul pada anggota-anggota badan…” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah [2/175] as-Syamilah).

Mari Jaga Lisan Kita

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim adalah yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari lisan dan tangannya. Dan seorang yang benar-benar berhijrah adalah yang meninggalkan segala perkara yang dilarang Allah.” (HR. Bukhari no 10).

Dari Abu Musa radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa para Sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Islam manakah yang lebih utama?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari no 11 dan Muslim no 42)

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari lisan dan tangannya.” Maknanya adalah orang yang tidak menyakiti seorang muslim, baik dengan ucapan maupun perbuatannya. Disebutkannya tangan secara khusus dikarenakan sebagian besar perbuatan dilakukan dengannya.” (lihat Syarh Muslim [2/93]).

Imam al-Khaththabi rahimahullah berkata, “Maksud hadits ini adalah bahwa kaum muslimin yang paling utama adalah orang yang selain menunaikan hak-hak Allah ta’ala dengan baik maka dia pun menunaikan hak-hak sesama kaum muslimin dengan baik pula.” (lihat Fath al-Bari [1/69])

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Hendaknya kamu disibukkan dengan memperbaiki dirimu, janganlah kamu sibuk membicarakan orang lain. Barangsiapa yang senantiasa disibukkan dengan membicarakan orang lain maka sungguh dia telah terpedaya.” (lihat ar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hal. 38).

Pada suatu ketika Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berwasiat kepada putranya Abdurrahman. Beliau berkata, “Wahai putraku, aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertakwa kepada Allah. Kendalikanlah lisanmu. Tangisilah dosa-dosamu. Hendaknya rumahmu cukup terasa luas bagimu.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 30)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Demi Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Tidak ada di muka bumi ini sesuatu yang lebih butuh dipenjara dalam waktu yang lama selain daripada lisan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 26)

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Sesuatu yang paling layak untuk terus dibersihkan oleh seorang hamba adalah lisannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 27)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berpesan, “Jauhilah oleh kalian kebiasaan terlalu banyak berbicara.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 28)

Rabi’ bin Khutsaim rahimahullah berkata, “Persedikitlah ucapan kecuali dari sembilan perkara; Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallaah, Allahu akbar, membaca al-Qur’an, memerintahkan sesuatu yang ma’ruf, melarang perkara yang mungkar, meminta kebaikan, atau berlindung dari keburukan.” (lihat ar-Rauh wa ar-Raihan, hal. 18)

Ibnul Mubarak dan Ibnu Abi ‘Ashim meriwayatkan dalam kitab az-Zuhd, dari Hasan al-Bashri rahimahullah. Beliau mengatakan sebuah ucapan yang menakjubkan, “Lisan seorang yang bijak itu terletak di belakang hatinya. Apabila dia ingin berbicara maka dia kembali kepada hatinya. Apabila ucapan itu mendatangkan kebaikan maka dia pun berbicara. Namun, apabila ucapan itu justru akan merugikan/berbahaya baginya maka dia pun menahannya. Adapun orang yang jahil/bodoh itu hatinya berada di pangkal lidahnya; sehingga dia tidak pernah kembali menilik ke dalam hati. Apa saja yang mampir di lidahnya, maka dia pun mengucapkannya.” (lihat ar-Rauh wa ar-Raihan, hal. 22)

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah kami akan dihukum akibat segala yang kami ucapkan?”. Beliau pun menjawab, “Ibumu telah kehilangan engkau wahai Mu’adz bin Jabal! Bukankah yang menjerumuskan umat manusia tersungkur ke dalam Jahannam di atas hidungnya tidak lain adalah karena buah kejahatan lisan mereka?!” (HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir [20/127-128], disahihkan sanadnya oleh Syaikh Abdullah bin Yusuf al-Judai’ dalam ar-Risalah al-Mughniyah, hal. 27)

Al-Laits bin Sa’ad rahimahullah menceritakan: Suatu ketika orang-orang melewati seorang rahib/ahli ibadah. Lantas mereka pun memanggilnya, tetapi dia tidak menjawab seruan mereka. Kemudian mereka pun mengulanginya dan memanggilnya kembali. Namun dia tetap tidak memenuhi panggilan mereka. Maka mereka pun berkata, “Mengapa kamu tidak mau berbicara dengan kami?”. Maka dia pun keluar menemui mereka dan berkata, “Aduhai orang-orang itu! Sesungguhnya lisanku adalah hewan buas. Aku khawatir jika aku melepaskannya dia akan memangsa diriku.” (lihat ar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hal. 32)

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Terimakasih anda baru saja membaca artikel yang judul "AWAS! TERHADAP MANUSIA ‘PEMAKAN BANGKAI’"
Semoga bermanfaat

Senin, 11 Desember 2017

Tata Cara Sholat Jenazah

Tata Cara Sholat Jenazah
Tata Cara Sholat Jenazah

Tata Cara dan Bacaan Do'a Sholat Jenazah

Sholat Jenazah,- Kali ini admin akan membahas tentang Tata Cara Sholat Jenazah, Bacaaan niat dan bacaan do’a sholat jenazah sesuai sunnah.
Sholat Jenazah adalah sholat yang dilakukan untuk mendo’akan seorang muslim yang meninggal, baik yang meninggal itu orang islam laki-l;aki atau perempaun.

Hukum Sholat Jenazah adalah fardhu kifayah yaitu kewajiban melaksanakan sholat jenazah bisa gugur jika ada umat islam lain yang sudah melaksanakan sholat jenazah untuk orang islam yang meninggal. Tapi jika belum ada yang mensholati  jenazah tersebuat maka sholat jenazah berhukum wajib utnuk dilakukan.

Hukum sholat jenazah diambil dari hadits dibawah ini:

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أُتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا ، فَقَالَ : هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ ؟ قَالُوا : لاَ فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى ، فَقَالَ : هَلْ عَلَيْهِ مَنْ دَيْنٍ قَالُوا نَعَمْ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ عَلَيَّ دَيْنُهُ يَا رَسُولَ اللهِ فَصَلَّى عَلَيْهِ – رواه البخاري

Dari Salamah bin al-Akwa’ r.a., ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangkan seorang jenazah, agar beliau menshalatinya. Lantas beliau bertanya, ‘Apakah orang ini punya hutang . Mereka menjawab: “Tidak” , maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolatkan jenazah tersebut.  Kemudian didatangkan jenazah yang lain. Beliau bertanya: “ Apakah dia punya hutang. Mereka menjawab: “ Ya”. Beliau berkata , ‘Shalatkanlah sahabat kalian.’ Abu Qatadah berkata:” Saya yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah.”. Lalu beliau menyolatkan jenazah tersebut. (HR. Bukhari).

Dari hadits diatas menjelaskan bahwa rasulullah mensholati jenazah yang satu dan mau tidak mensholati jenazah yang lain.meskipun akhirnya rasullah jadi mensholati jenazah yang kedua karena ada seorang sahabat yang menanggung hutang si mayit tersebut. Yang bisa kita ambil dari kisah diatas adalah bahwa kewajiban mensholati gugur tatkalah sudah ada mukmin yang lain mensholati seorang mukmin yang  meninggal.

Keutamaan Shalat Jenazah
Sholat jenazah memiliki keutamaan sebagaimana yang telah dijelaskan di beberapa hadits dibawah ini: 
1. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW  bersabda,

مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّىَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ  . قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ  مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ

“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari  dan Muslim )

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

 « مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَلَمْ يَتْبَعْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ فَإِنْ تَبِعَهَا فَلَهُ قِيرَاطَانِ ». قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ « أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ ».

“Barangsiapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” “Ukuran paling kecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim )

2. Hadits yang bersumber dari Kuraib, ia berkata,

أَنَّهُ مَاتَ ابْنٌ لَهُ بِقُدَيْدٍ أَوْ بِعُسْفَانَ فَقَالَ يَا كُرَيْبُ انْظُرْ مَا اجْتَمَعَ لَهُ مِنَ النَّاسِ. قَالَ فَخَرَجْتُ فَإِذَا نَاسٌ قَدِ اجْتَمَعُوا لَهُ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ تَقُولُ هُمْ أَرْبَعُونَ قَالَ نَعَمْ. قَالَ أَخْرِجُوهُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلاً لاَ يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللَّهُ فِيهِ

“Anak ‘Abdullah bin ‘Abbas di Qudaid atau di ‘Usfan meninggal dunia. Ibnu ‘Abbas lantas berkata, “Wahai Kuraib, lihat berapa banyak manusia yang menyolati jenazahnya.” Kuraib berkata, “Aku keluar, ternyata orang-orang sudah berkumpul dan aku mengabarkan pada mereka pertanyaan Ibnu ‘Abbas tadi. Lantas mereka menjawab, “Ada 40 orang”. Kuraib berkata, “Baik kalau begitu.” Ibnu ‘Abbas lantas berkata, “Keluarkan mayit tersebut. Karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun melainkan Allah akan memperkenankan syafa’at (do’a) mereka untuknya.” (HR. Muslim)

3. Hadits yang bersumber dari ‘Aisyah RA, ia berkata “ Bahwa Nabi SAW telah bersabda”:

مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّى عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلاَّ شُفِّعُوا فِيهِ

“Tidaklah seorang mayit dishalatkan (dengan shalat jenazah) oleh sekelompok kaum muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya memberi syafa’at  (mendoakan kebaikan untuknya), maka syafa’at (do’a mereka) akan diperkenankan.” (HR. Muslim)

4. Hadits yang bersumber dari Malik bin Hubairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW  bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيُصَلِّى عَلَيْهِ ثَلاَثَةُ صُفُوفٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ أَوْجَبَ

“Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan do’a mereka akan dikabulkan.” (HR. Tirmidzi  dan Abu Daud).  Imam Nawawi menyatakan dalam Kitab Al Majmu’ 5/212 bahwa hadits ini hasan.

Syarat-Syarat Sah-nya Shalat Janazah
Sholat jenazah akan sah dikerjakan jika sudah memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
  • Seorang yang mengerjakan sholat jenazah harus bersih dari hadats kecil dan hadats besar (najis), menutup aurat dan menghadap kiblat.
  • Shalat jenazah dikerjakan setelah si mayit dimandikan dan sudah dikafani.
  • Letak jenazah harus beradah disebelah kiblat orang yang mensholatinya.


Waktu dan Tampat Melaksanakan Sholat Jenazah.

Waktu sholat jenazah 
Sholat jenazah tidak memiliki waktu khusus sebagaimana sholat wajib 5 waktu yang sudah ada ketentuan dalam mengerjakannya. Sholat jenazah tidak memiliki waktu khusus dalam mengerjakannya, sholat jenazah bisa dikerjakan diwaktu pagi,siang dan malam, namun ada 3 (tiga) waktu yang dilarang oleh rosulullah untuk mengerjakan sholat jenazah dan menguburkannya.

3 (tiga) Waktu Dilarang Melaksanakan Sholat Jenazah dan Menguburnya
Waktu-waktu yang dilarang oleh Rosullulah untuk mengerjakan sholat jenazah dan menguburkan jenazah adalah sebagai berikut: 
  • saat matahari terbit hingga ia agak meninggi.
  • saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat.
  • dan saat matahari hampir terbenam, hingga ia terbenam sama sekali. 

Laragan tersebut sebagaimana yang sudah dikemukakan oleh rosulullah di hadits dibawah ini:

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ  – رواه مسلم

Dari Musa bin Ali dari bapaknya ia berkata, saya mendengar Uqbah bin Amir Al Juhani berkata; “Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah SAW telah melarang kita untuk shalat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut. (Pertama), saat matahari terbit hingga ia agak meninggi. (Kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat, (Ketiga), saat matahari hampir terbenam, hingga ia terbenam sama sekali.”

“Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kita untuk shalat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut. (Pertama), saat matahari terbit hingga ia agak meninggi. (Kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat, (Ketiga), saat matahari hampir terbenam, hingga ia terbenam sama sekali.” (HR Muslim) 

Tempat Melakukan Sholat Jenazah
Melakukan sholat jenazah tidak memiliki tempat khusus untuk mengerjakaanya, selama tempatnya layak bersih dan suci maka boleh saja dipakai untuk mengerjakan sholat jenazah, termasuk mengerjakan sholat jenazah didalam masjidpun boleh sebagaimana sudah dijelaskan dalam hadits nabi dibawah ini:

أَنَّ عَائِشَةَ لَمَّا تُوُفِّىَ سَعْدُ بْنُ أَبِى وَقَّاصٍ قَالَتِ ادْخُلُوا بِهِ الْمَسْجِدَ حَتَّى أُصَلِّىَ عَلَيْهِ. فَأُنْكِرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا فَقَالَتْ وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى ابْنَىْ بَيْضَاءَ فِى الْمَسْجِدِ سُهَيْلٍ وَأَخِيهِ. قَالَ مُسْلِمٌ سُهَيْلُ بْنُ دَعْدٍ وَهُوَ ابْنُ الْبَيْضَاءِ أُمُّهُ بَيْضَاءُ.

Bahwa ketika Sa’d bin Abu Waqash meninggal, Aisyah berkata, “Masukkanlah ia ke dalam masjid hingga aku bisa menshalatkannya.” Namun mereka tidak menyetujuinya, maka ia pun berkata, “Demi Allah, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menshalatkan jenazah dua orang putra Baidla` di dalam masjid, yaitu Suhail dan saudaranya.” Muslim berkata; “Suhail bin Da’d adalah Ibnul Baidla`, dan ibunya adalah Baidla`. (HR Muslim)

Di dalam Kitab al-Muwatho, Imam Malik meriwayatkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ : صُلِّيَ عَلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي الْمَسْجِدِ

Dari Abdullah bin Umar, bahwa dia berkata, “Umar bin Khatthab dishalatkan di masjid.”

Rukun Sholat Jenazah

  • Niat

Seorang muslim tiap kali mau mengerjakan sebuah amal ibadah maka harus didahului dengan niat, baik diucapkan terang maupun dengan sirih, begitu juga dengan mengerjakan sholat jenazah harus didahului dengan niat

Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya." (HR. Muttafaq Alaihi).
  • Takbir 4 kali

Rukun sholat jenazah selanjutnya adalah takbir 4 kali sebagaimana yang sudah dicontokan oleh nabi yamg diseritakan dari jabir ra

Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali.
(HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)

Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat. Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya menyatakan diri masuk Islam.
  • Membaca Surat Al-Fatihah
  • Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
  • Doa Untuk Jenazah

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
"Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya."
(HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).

Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi."
  • Doa Setelah Takbir Keempat

Misalnya doa yang berbunyi :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."
  • Salam


Tata Cara dan Do'a Sholat Jenazah :

1. Lafazh Niat Shalat Jenazah :
"Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti fardlal kifaayatin makmuuman/imaaman lillaahi ta’aalaa.."

Artinya:
"Aku niat shalat atas jenazah ini, fardhu kifayah sebagai makmum/imam lillaahi ta’aalaa.."

2. Setelah Takbir pertama membaca: Surat "Al Fatihah."

3. Setelah takbir pertama dan membaca Surat Al Fatihah seperti diatas, kemudian dilanjutkan dg Takbir Kedua dan terus dilanjut dg membaca Doa Shalat Jenazah Shalawat Nabi Muhammad Saw: "Allahumma Shalli ‘Alaa Muhamad wa ali muhammad"

4. Setelah Takbir Kedua dan membaca Shalawat Nabi maka dilanjutkan dg Takbir Ketiga dan membaca Bacaan Doa Shalat Jenazah seperti dibawah ini

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”

atau bisa secara ringkas :
Do'a Sholat Jenazah Takbir Ketiga

"Allahummagh firlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu.."

Artinya:
"Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia"

5. Kemudian setelah Takbir Ketiga dilanjut dg Takbir Keempat (Takbir Terakhir), setelah Takbir Keempat membaca Doa Shalat Jenazah sebagai berikut.


"Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu.."

Artinya:
"Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan kepadanya"

6. "Salam" kekanan dan kekiri.

Catatan: Jika jenazah wanita, lafazh ‘hu’ diganti ‘ha’.
Untuk lebih jelasnya bisa lihat video tentang tata cara sholat jenazah dibawah artikel ini

Shalat Jenazah di Kuburan
Mungkin sebagian orang akan bertanya “apa hukum sholat jenazah dikuburan?”
Sering kita menjumpai seseorang yang ditinggal mati oleh kerabat dekatnya dan dia berada dilain kota, dan ketika dia sampai dirumah dimayit, mayit tersebut sudah dikuburkan, maka jika orang tersebut mau melaksanakan sholat jenazah dikuburan itu boleh sebagaimana Rosulullah perna mengerjakan sholat jenazah dikuburan sebagaimana hadits dibawah ini:

Dari Abu Hurairah RA dia berkata:

أَنَّ رَجُلًا أَسْوَدَ أَوْ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَ يَقُمُّ الْمَسْجِدَ فَمَاتَ فَسَأَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ فَقَالُوا مَاتَ قَالَ أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي بِهِ دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ أَوْ قَالَ قَبْرِهَا فَأَتَى قَبْرَهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا

“Ada seorang laki-laki kulit hitam atau wanita kulit hitam yang menjadi tukang sapu di masjid telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya tentang keberadaan orang tersebut. Orang-orang pun menjawab, “Dia telah meninggal!” Beliaupun bersabda, “Kenapa kalian tidak memberi kabar kepadaku? Tunjukkanlah kuburannya padaku!” Beliau kemudian mendatangi kuburan orang itu kemudian menshalatinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, sebagian  ulama berpendapat tentang disunahkannya sholat jenazah dikuburan . Pendapat ini merupakan salah  satu pendapat dari Imam Ahmad  dan   para penganut Imam Hanafi.   Hanya, mereka berbeda pendapat tentang syarat dan berapa waktu yang dibolehkan untuk sholat jenazah di atas kuburan.

Dalam hal waktu pelaksanaan shalat,  Ibnu qoyyim rahimahullah memilih pendapat tanpa adanya batasan waktu.  Dia berkata : “Rasullullah saw melakukan shalat jenazah di atas kuburan setelah 3 hari penguburan nya, bahkan pernah satu bulan setelah penguburan. Akan tetapi, Nabi saw tidak membatasi waktu tertentu (dibolehkannya shalat jenazah diatas kuburan).”

Shalat Ghaib
Sholat ghoib adalah sholat jenazah yang dikerjakan dilain tempat (seorang muslim yang mengerjakan sholat jenazah untuk seorang muslim yang meninggal tapi jenazahnya berada di tempat yang lain).

Sholat ghoib (mengerjakan sholat jenazah yang jasad jenazah berada ditempat yang jauh) pernah dikerjakan oleh Rosulullah. Rosulullah pernah melakukan sholat ghoib untuk An Najasyi, seorang raja negeri habasyah (Ethiopia) sedang Rosulullah berada di kota Madinah.

Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ

“Bahwasanya Rasulullah saw mengumumkan kematian An Najasyi pada hari kematiannya. Rasul keluar bersama para sahabatnya ke lapangan, lalu mengatur shaf, kemudian (melaksanakan shalat dengan) bertakbir sebanyak empat kali.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Mengenai hukum shalat Ghaib, para ulama’ berbeda pendapat  dalam 3 macam:
Pertama, bahwa sholat ghoib adalah masyru’ (disyariatkan) dan  hukumnya  sunnah. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Pendapat ini didasarkan pada hadits di atas.

Kedua, bahwa shalat ghaib  berlaku khusus bagi jenazah raja Najasyi, tidak untuk yang lainnya. Ini adalah  pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Pendapat mereka didasarkan pada   argumentasi bahwa peristiwa sholat Ghoib ini tidak pernah ada kecuali pada kejadian meninggalnya raja Najasyi.

Ketiga: bahwa shalat Ghaib disyari’atkan, tetapi hanya diperuntukkan bagi seorang muslim yang meninggal di suatu daerah yang tidak ada orang yang menshalatkannya. Adapun jika ia telah disholatkan di tempat dia meninggal atau tempat lainnya, maka tidak dilaksanakan sholat Ghoib karena kewajiban untuk mensholatkannya telah gugur dengan sholatnya kaum muslimin atasnya. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan dipilih oleh beberapa ulama’ seperti  Al Khattabi,  Abu Dawud,  Nashiruddin Al Albany dan lain-lain.
Pendapat ketiga  tampaknya paling kuat karena  merupakan hasil kompromi di antara dalil-dalil yang dikemukakan oleh kelompok pertama dan kedua. Wallahu a’lam

Video Tata Cara Shalat Jenazah Mayat Laki laki



Video Tata Cara Shalat Jenazah Mayat Perempuan


Terimakasih anda telah membaca artikel  tentang “Tata Cara Sholat Jenazah”, semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi anda.
Jagan lupa kunjungi artikel yang insya Allah bermanfaat lainnya disini :

Minggu, 10 Desember 2017

Bolehkah Ibu Hamil Makan Mie Instan

Bolehkah Ibu Hamil Makan Mie Instan


Ibu hamil,- banyak diantara para ibu hamil pasti pernah bertanya-tanya kepada diri sendiri atau kepada dokter tempat biasa mereka periksa setiap bulanya mengenai bolehkah ibu hamil makan mie instan? terlebih lagi bagi ibu hamil yang masa kehamilannya masih terbilang mudah (hamil mudah)? Maka dari itu kali ini kami akan berbagi info mengenai bolehkah makan mie instan saat hamil muda?

Mengkonsumsi mie instan bagi ibu hamil itu memiliki mitos tersendiri dilingkungan kita, sehingga tidak jarang ibu hamil pasti kepikiran jikalau ingin memakan mie instan, lebih-lebih bagi ibu hamil yang pertama kali dan usia kehamilan masih muda pasti berfikir seribu kali ketika hendak makan mie instan "Boleh gk ya Ibu Hamil Mengkonsumsi Mie Instan?", karena ada mitos tersendiri jika ada ibu hamil yang makan mie instan. Oleh karena itu kali ini kita akan membahasnya, agar kita tahu secara ilmiahnya dan tidak hanya ikut-ikutan mitos tersebut.

Bolehkah Ibu Hamil Mengkonsumsi Mie Instan?
Sebelum kita mengetahui jawaban dari pertanyaan bolehkah ibu hamil memakan mie instan, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa saja yang terdapat dalam kandungan mie instan baik dari segi gizi dan zat-zat lain yang menjadi campurannya, agar kita mengetahui baik buruknya makan mie instan dengan ilmu yang pasti tidak asal-asalan dengan fakta yang menunjang ilmu tersebut.

Berdasarkan tabel yang tercantum dibelakang kemasan mie instan, kita akan mengetahui bahwa mie instan itu mengandung banyak protein, serat, kalori, vitamin, mineral dan beberapa lemak, dari tabel tersebut kita akan mengetahui bahwa seharusnya mie instan itu bagus dikonsumsi bagi ibu hamil karena justru bermanfaat bagi kehamilan dan bagi pertumbuhan si janin yang berada dalam kandungan si ibu.

Namun disisi lain, dengan adanya bumbu mie instan yang jadi pelengkap yang selalu ada menemani disetiap kemasannya inilah yang mendatangkan problem tersendiri, karena bumbu mie instan tersebut bisa mendatangkan kontroversi berhubungan dengan bahayanya mengkonsumsi mie instan bagi ibu hamil.

Mie instan memiliki bumbu dasar yang bahan dasarnya adalah campuran dari beberapa bahan yang dua diantaranya adalah garam dan MSG. Kandungan garam yang terdapat pada mie instan diketahui jumblahnya cukup banyak bagi takaran ibu hamil, dan apabilah bumbu itu dikonsumsi secara utuh dengan intensitas sering, itu bisa memicu timbulnya tekanan darah tinggi pada ibu hamil.

Begitu juga dengan MSG atau vetsin, msg yang terdapat dalam bumbu mie instan bisa mendatangkan masalah seperti reaksi hipersensitif dengan gejala muntah-muntah, lemas, sakit kepala dan mual. Masalah yang dapat ditimbulkan oleh bumbu ini akan lebih fatal bila ibu hamil terlalu sering mengkonsumsinya.

Baca Juga; Bolehkah Berhubungan Intim Saat Hamil Muda

Tips Memasak Mie Instan Bagi Ibu Hamil agar Tidak Berbahaya
Setelah kita mengetahui tentang kandungan apa saja yang terdapat dalam mie instan, dan bahaya apa saja yang bisa ditimbulkan jika kita sering mengkonsumsi mie instan terlebih bagi ibu hamil, maka kami akan berbagi tips dan saran dalam cara memasak mie instan agar tidak menimbulkan masalah tersebut, atau paling tidak tips ini bisa meminimalisir timbulnya bahaya tersebut. Berikut ini tips memasak mie instan yang baik bagi kesehatan seperti yang sudah disampaikan Dr. Ani Wediaswari seorang ahli gizi dari ITB, silahkan disimak dan dipraktekkan:


  • Untuk ibu hamil sebaiknya setiap memasak mie instan hendaknya dicampur dengan berbagai jenis sayuran seperti tomat, sawi, mentimun dan caisin supaya gizinya lebih lengkap, atau ditambah dengan sebutir telur juga bisa.
  • Untuk memasak mie rebus, hendaknya bagi ibu hamil mengganti air rebusan mie instan itu dengan air lain yang sudah dipanaskan untuk menghindari timbulnya bibit kanker pada janin yang bisa muncul akibat dari bahan zat kimia berupa bahan pengawet yang terdapat dalam mie instan.
  • ibu hamil ketika memasak mie instan, disarankan untuk membuat bumbu sendiri dengan meminimalkan jumblah garam dan MSG-nya untuk menghindari efek buruk dari bumbu mie instan, bumbu yang kita buat itu bisa dari rajangan bawang merah, bawang putih, cabai, merica dan minyak sayur.
  • Dan yang terpenting adalah, sebaiknya ibu hamil tidak terlalu sering mengkonsumsi mie instal, batas maksimal ibu hamil mengkonsumsi mie instan sebaiknya tidak melebihi 1 (satu) bungkus untuk tiap 3 (tiga) hari.

Demikian info yang bisa saya bagikan kepada para ibu hamil yang sedang mencari jawaban tentang bolehkah ibu hamil makan mie instan, semoga artikel pendek diatas bisa bermanfaat bagi ibu-ibu yang lain.

Dari artikel diatas bisa kita tarik kesimpulan kalau makan mie instan itu boleh saja, lebih-lebih jika kita mau mengikuti tips cara penyajian seperti yang sudah diberikan dr Ani diatas, dan hendaknya bagi ibu hamil makan mie instan seminggu sekali untuk lebih menjaga kesehatannya
Temukan artikel menarik lainnya disini >> Daftar Isi

Sabtu, 09 Desember 2017

Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 2)

Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 2)

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Membentuk Kepribadian

Faktor Keluarga

Umar bin Abdul Aziz melewati masa kanak-kanaknya di Kota Madinah An-Nabawiyah. Kota yang dipenuhi dengan aroma kenabian. Bagaimana tidak, pada saat itu masih banyak para sahabat berjalan-jalan di kota yang dahulunya disebut Yatsrib ini, di antara pembesar sahabat duduk-duduk di masjid mengajarkan ilmu yang mereka miliki, dan rumah-rumah nabi pun masih meninggalakn jejak-jejaknya yang mulia.

Umar bin Abdul Aziz tergolong anak yang cerdas dan memiliki hapalan yang kuat. Kedekatan kekerabtannya dengan Abdullah bin Umar bin Khattab, menyebabkannya sering bermain ke rumah sahabat nabi yang mulia ini. Suatu ketika ia mengatakan kepada ibunya sebuah cita-cita yang mulia dan menunjukkan jati diri Umar kecil, “Ibu, aku ingin menjadi seorang laki-laki dari paman ibu.” Ibunya pun menanggapi, “Sulit bagimu nak untuk meniru pamanmu itu.”

Terang saja ibunya mengatakan demikian, Abdullah bin Umar adalah salah seorang pembesar dari kalangan sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ia merupakan salah seorang yang paling banyak meriwayatkan hadis nabi, seseorang putera kesayangan dari orang yang paling mulia di masa Islam setelah Nabi Muhammad dan Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang ahli ibadah lagi mempunyai kedudukan terhormat, dan dicintai umat. Namun, Umar bin Abdul Aziz tak patah semangat, ia memiliki jiwa yang tangguh sebagaimana kakeknya Umar bin Khattab.

Ayah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang gubernur di Mesir. Suatu ketika ia mengirim surat ke ibu kota yang berisikan mengajak anak dan istrinya untuk menyertainya di Negeri Mesir. Sang ibu pun berkonsultasi dengan Abdullah bin Umar, kemudian Ibnu Umar menasihatinya, “Keponakanku, dia adalah suamimu, pergilah kepadanya.” Manakala Ummu Ashim hendak berangkat, Ibnu Umar mengatakan, “Tinggalkanlah anakmu ini –Umar bin Abdul Aziz- bersama kami, dia satu-satunya anakmu yang mirip dengan keluarga besar Al-Khattab.” Ummu Ashim tidak membantah, dan dia meninggalkan anaknya bersama pamannya tersebut.

Ketika sampai di Mesir, sang ayah pun menanyakan perihal Umar bin Abdul Aziz. Ummu Ashim mengabarkan apa yang terjadi, berbahagialah Abdul Aziz mendengar kabar tersebut. Ia mengirim surat kepada saudaranya, Abdul Malik di Madinah agar mencukupi kebutuhan anaknya di Madinah. Abdul Malik menetapkan seribu dinar setiap bulannya untuk biaya hidup Umar bin Abdul Aziz. Setelah beberapa saat, Umar bin Abdul Aziz pun menyusul ayahnya ke Mesir.

Demikianlah lingkungan keluarga Umar bin Abdul Aziz, tumbuh di bawah asuhan pamannya yang saleh dan lingkungan Kota Madinah yang dipenuhi cahaya dengan banyaknya sahabat-sahabat nabi. Di masa mendatang sangat terlihat pengaruh lingkungan tumbuh kembangnya ini dalam kehidupannya.

KECINTAAN UMAR BIN ABDUL AZIZ TERHADAP ILMU SEJAK DINI DAN HAFALANNYA TERHADAP ALQURAN AL-KARIM

Umar bin Adbdul Aziz telah menghapal Alquran pada usia anak-anaknya, ia sangat mencintai ilmu agama. Terbukti dengan kebiasaannya berkumpul dengan para sahabat nabi dan menimba ilmu di majlis mereka.

Ia sering menadaburi ayat-ayat Alquran sampai menangis tersedu-sedu. Ibnu Abi Dzi’ib mengisahkan, “Orang yang menyaksikan Umar bin Abdul Aziz yang saat itu masih menjabat Gubernur Madinah, menyampaikan kepadaku bahwa di depan Umar ada seorang laki-laki membaca ayat,

وَإِذَآ أُلْقُوا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا مُّقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُورًا

“Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan.” (QS. Al-Furqon: 13).

Maka Umar pun menangis sampai ia tidak bisa menguasai dirinya, pecahlah isak tangisnya, lalu ia pun pulang ke rumahnya untuk menyembunyikan hal itu.

Makna ayat ini adalah, ketika orang-orang yang mendustakan Hari Kiamat itu dicampakkan di tempat yang sempit di neraka, tangan-tangan mereka di belenggu ke leher mereka ‘mereka di sana mengharapkan kebinasaan’ Harapan binasa di sini sebagai ungkapan sebagai ungkapan penyesalan mendalam dari orang-orang itu, karena sewaktu di dunia mereka menjauhi ketaatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Abu Maudud mengabarkan, “Sampai berita kepadaku bahwa pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz membaca,

وَمَاتَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَاتَتْلُوا مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَتَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu.” (QS. Yunus: 61).

Umar bin Abdul Aziz pun menangis, sampai orang-orang di rumahnya pun mendengar suara tangisnya. Ketika anaknya Abdul Malik menghampirinya dan bertanya, “Wahai ayahanda apa yang terjadi?” Umar menjawab, “Anakku, ayahmu ini tidak mengenal dunia dan dunia pun tidak mengenalnya. Demi Allah wahai anakku, sungguh aku khawatir binasa. Demi Allah wahai anakku, aku takut menjadi penghuni neraka.”

Ayat di atas menerangkan bahwasanya Allah mengetahui segala sesuatu yang kita perbuat. Dan Umar bin Abdul Aziz dengan kesalehannya dan jasanya yang banyak terhadap umat Islam khawatir kalau ia menjadi penghuni neraka karena banyak berbuat salah. Lalu bagaimana dengan kita?

Abdul A’la bin Abu Abdullah Al-Anzi mengatakan, “Aku melihat Umar bin Abdul Aziz keluar di hari Jumat dengna pakaian yang sudah usang. Pada hari itu ia naik mimbar Jumat dan berkhutbah dengan membaca surat At-Takwir

“Apabila matahari digulung.” Ia mengatakan, “Ada apa dengan amtahari?” kemudian ayat kedua, “Dan apabila bintang-bintang berguguran.” Sampai pada ayat “Dan apabila neraka Jahim dinyalakan dan apabila surge didekatkan.” Beliau menangis, dan ketulusan tangisan tersebut menyentuh kalbu jamaah yang hadir pada saat itu, akhirnya mereka terenyuh dan ikut menangis. Baca kelanjutan dibagian 3

Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 3)
Biografi Umar bin Abdul Aziz (Bagian 1)

Resource : KisahMuslim.Com

Rabu, 29 November 2017

3 Jenis Cinta Yang Menyeret Pelakunya ke Neraka

3 Jenis Cinta Yang Menyeret Pelakunya ke Neraka


Ada tiga jenis cinta. Yang masing-masing dapat membawa pelakunya pada pahala ataupun dosa. Meski pada hakikatnya cinta adalah sebuah ibadah, namun dalam kehidupan manusia ternyata cinta dapat membuat petaka.

Jika salah merasakan cinta, maka kelak di akhirat cinta itu akan menyeret si pecinta ke neraka. Oleh karena itu, perasaan cinta mestilah tak ditujukan pada sesuatu yang salah apalagi haram. Dilansir dari muslimahdaily.com Berikut cinta "haram" yang harus dihindari.
  • Mahabbah Syirkiyyah

Yakni cinta yang mengandung kesyirikan. Cinta ini menandingi cinta kepada Allah. Si pecinta menuhankan cintanya kepada selain Allah.

Allah berfirman, "Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dan orang-orang yang beriman sangat besar kecintaannya kepada Allah," (QS. Al Baqarah : 165).

Berhati-hatilah jika mencintai sesuatu. Jangan sampai cinta itu setara atau bahkan melebihi cinta kepada Allah. Tentu ini tak hanya berlaku bagi berhala, dewa, Yesus ataupun sesuatu yang dituhankan manusia. Namun ini termasuk pula jikalau kita mencintai segala sesuatu melebihi cinta kepada Allah, baik itu harta, anak atau bahkan pasangan.


Ancaman bagi pecinta jenis ini bukan lain adalah neraka jahannam yang kekal abadi. Sebagaimana kelanjutan ayat diatas, yakni diakhir ayat 167, Allah berfirman, "dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka."

  • Mahabbah Muharromah


Mahabbah muharromah atau cinta yang diharamkan atau cinta maksiat. Cinta jenis ini merupakan rasa cinta yang ditujukan pada orang kafir, musyrikin, munafiqin, pelaku bid'ah dan lain-lain dari kalangan pelanggar agama Allah. Bahkan tak hanya pelakunya, namun juga perbuatannya. Jika mencintai perbuatan syirik, kafir, nifaq, bid'ah ataupun larangan syariat, maka termasuk cinta jenis ini.

  • Mahabbah Thabi'iyyah


Jenis cinta yang ketiga yakni mahabbah thabi'iyyah atau cinta tabiat. Cinta jenis ini tidaklah haram melainkan mubah. Akan tetapi, hukum mubah ini dapat berubah menjadi haram jika rasa cinta terlalu berlebihan. Cinta ini ditujukan pada pasangan, orang tua, anak, sahabat dan lain sebagainya yang menjadi tabiat manusia untuk mencintai orang-orang tersebut. Disebut tabiat karena cinta ini merupakan sebuah perangai ataupun perasaan yang sudah menjadi fitrah manusia. Allah menciptakan manusia dengan segala perasaan cinta ini. Oleh karena itu, cinta ini hukumnya mubah alias dibolehkan atau sah-sah saja.

Kapan cinta tabiat ini menjadi haram, sebagaimana dijelaskan pada jenis cinta pertama, yakni ketika cinta tabiat ini melebihi porsinya. Jika cinta tabiat ini melebihi cinta kepada Allah dan RasulNya, maka pelakunya akan berdosa dan terancam neraka.

Allah berfirman, "Katakanlah, 'jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, dan sanak saudara kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugian nya dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik," (QS. At Taubah : 24).

Ibnu Katsir menafsirkan kalimat "maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya" dengan azab. Maksudnya, yakni tunggulah hukuman yang akan menimpa kalian. Sebuah hukuman berat akan diberikan pada para pelaku cinta tabiat yang berlebihan hingga menandingi cinta kepada Allah.


Oleh karena itu, berhati-hati lah dalam mencinta. Meski cinta itu indah namun dapat menjerumuskan kita pada azab. Patokannya hanya satu, yakni rasa cinta kita semestinyalah tak melebihi cinta kepada Allah. Rasa cinta kita semestinyalah muncul karena cinta kepada Allah.

Terimakasih anda baru saja membaca artikel yang judul "3 Jenis Cinta Yang Menyeret Pelakunya ke Neraka"
Semoga bermanfaat

Selasa, 28 November 2017

Mendulang Pahala Saat Tidur

Mendulang Pahala Saat Tidur


Allah Ta’ala sungguhlah sangat Pengasih dan Penyayang. Rabbul Izzah tak pernah segan melimpahkan pahala kepada para hamba-Nya bahkan di saat para hamba tersebut tengah terlelap sekalipun. Tidur yang merupakan aktivitas pelepas lelah ternyata dapat menjadi sebuah ibadah. Betapa nikmatnya tidur menghilangkan penat kemudian menjadi amalan pendulang pahala. 

Kita seringkali mendengar bahwa di Bulan Ramadhan tidur pun menjadi ibadah. Padahal ini tak hanya berlaku di bulan puasa saja melainkan setiap hari setiap kali kita tidur. Bagaimana bisa tidur yang nikmat itu dapat menjadi ibadah? Jawabannya karena adanya sunnah Rasulullah yang dapat dilakukan setiap kali hendak tidur. 

Sedikitnya ada lima amalan sunnah yang dapat dilakukan sebelum kita terlelap. Sunnah disini maksudnya yakni rutinitas yang biasa dilakukan Rasulullah selama hidup beliau. Dengan melakukan amalan sunnah ini maka bukan hanya mengikuti Rasulullah namun juga menyimpan banyak pahala. Berikut kelima sunnah tersebut.

  • 1.Berwudhu

Wudhu yang biasanya dilakukan sebelum shalat, dilakukan pula sebelum tidur. Alasan melakukan ini yakni agar kita dalam keadaan suci saat tidur. Seandainya kita menemui ajal saat tidur, maka kita meninggal dalam keadaan suci. Selain itu, sunnah ini juga dapat melindungi kita dari gangguan syaithan dan mengantarkan kita pada mimpi yang baik.

Dari Al Bara bin Azib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah kamu sebagaimana wudhumu untuk shalat," (HR.Al Bukhari dan Muslim). 

Saat terbangun di tengah malam, Nabiyullah Muhammad pun berwudhu kembali. Sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan, "Rasulullah terjaga di suatu malam lalu beliau menunaikan hajatnya kemudian membasuh wajah dan tangannya (berwudhu) lalu tidur," (HR. Al Bukhari dan Abu Dawud). 

  • 2.Membersihkan Tempat Tidur


Sunnah berikutnya yakni membersihkan tempat tidur dengan cara mengibaskannya. Hal ini termasuk adab tidur yang menjadikan tidur kita lebih bernilai pahala di sisi Allah. Padahal, fungsi membersihkan tempat tidur semata-mata karena kebaikan hamba agar terhindar bahaya dibalik tempat tidur. Bisa saja disana terdapat binatang melata ataupun serangga berbahaya yang dapat menyengat kapan saja saat kita terlelap.

Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian beranjak menuju tempat tidurnya, maka hendaklah dia mengibas (membersihkan) tempat tidurnya karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

  • 3.Menghadap ke Kanan


Sudah menjadi sunnah Rasulullah untuk tidur menghadap kanan atau lebih tepatnya tidur di atas lambung kanan. Beliau pun memerintahkan kebiasaan tidur ini kepada umat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi Muhammad bersabda, “Lalu tidurlah di atas lambungmu yang kanan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Kebiasaan nabiyullah ini ditujukan agar lebih mudah saat bangun di pagi hari. Di era modern kini diketahui bahwa cara tidur demikian sangatlah baik untuk kesehatan tubuh terutama dalam sistem pencernaan.Lagi-lagi, sunnah yang sebetulya memiliki manfaat untuk hamba justru dapat menjadi amalan berpahala.

  • 4.Menaruh Tangan di Pipi


Sunnah berikutnya yakni menaruh tangan sebagai alas pipi ketika tidur. Inilah yang menjadi kebiasaan Rasulullah sebagaimana dikabarkan shahabat Hudzaifah. Beliau menceritakan, “Apabila tidur di malam hari, Rasulullah meletakkan tagan beliau di atas pipi.” (HR. Al Bukhari).

  • 5.Berdoa dan Berdzikir


Yang terakhir yakni berdoa dan berdzikir jangan sampai luput dibaca sebelum tidur. Ada beberapa lafadz dzikir sebelum tidur. Adapun berdoa sebagaimana yang telah terkenal dan dihafal sejak kecil, yang artinya, “Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan dengan menyebut namamu aku mati (tidur),” (HR. Muslim dan Ahmad).

Banyak hadits yang menyebutkan perihal dzikir Rasulullah sebelum tidur. Beberapa diantaranya yakni mengucapkan tasbih sebanyak 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir sebanyak 34 kali. Selain itu juga berdzikir dengan membaca tiga surat perlindungan, yakni Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas.

Ummul Mukminin Aisyah mengabarkan, “Apabila Rasulullah akan tidur, beliau meniup kedua tangan beliau dan membaca mu’awwidzat (ayat-ayat perlindungan) lalu mengusap dengan itu keseluruh jasadnya,” (HR. Al Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dwud, Ibnu Majah).

Dalam hadits lain yang juga dari ummul mukminin, diterangkan bahwa Rasulullah membaca surat tersebut kemudian mengusap tubuh.Caranya yakni dengan menghimpun kedua telapak tangan kemudian meniupnya dan membaca tiga surat tersebut. Selepas itu, usaplah dengan tangan ke seluruh tubuh dimulai dari kepala, wajah kemudian bagian depan tubuh. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.

Selain disebut diatas, masuh beragam doa dan dzikir Rasulullah ketika hendak tidur. Cukuplah yang telah disebutkan sebagai pendulang pahala hingga membuat tidur kita layaknya ibadah.

Terimakasih anda baru saja membaca artikel yang judul "Mendulang Pahala Saat Tidur"
Semoga bermanfaat
Resource : MuslimahDaily.com

Senin, 27 November 2017

Tata Cara Mandi Wajib Berserta Niat dan Do’anya

Tata Cara Mandi Wajib,Niat Mandi Wajib dan Do’a Mandi Wajib

Tata Cara Mandi Wajib,Niat Mandi Wajib dan Do’a Mandi Wajib
Tata Cara Mandi Wajib Berserta Niat dan Do’anya

Bismillah…
Pada kesempatan  kali ini admin akan mencoba membahas tentang Tata Cara Mandi Wajib, bacaan do’a niat mandi wajib (mandi junub) setelah berhubungan suami istri (keluar sperma), mandi wajib sehabis haid dan nifas.

Apa itu mandi wajib ??
Mandi Wajib (Arab: الغسل al-ghusl) adalah mandi untuk menghilangkan hadats besar, baik karena junub, atau karena haid, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari atas kepala hingga ujung kaki.

Mandi wajib adalah sebuah kewajiban bagi setiap orang islam yang lagi terkena hadats besar yang dikarenakan mimpi basah (keluar sperma), setelah hubungan suami istri (bertemunya dua kemaluan antara laki-laki dan perempuan) baik keluar mani (sperma) atau tidak,  muallaf, dan karena habis haid dan nifas.

Dalil landasan hukum yang mewajibkan mandi wajib (mandi besar) dan mandi junub.

1. Ketika Keluar Mani/Sperma (Mimpi Basah / Jima’)
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43).

Dalil lainnya dapat kita temukan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
“Sesungguhnya (mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim no. 343)

2. Bertemunya Dua Kemaluan Meski Tidak Kelua Mani/Sperma
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا ، فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ
“Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)

Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan,
وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
“Walaupun tidak keluar mani.”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الرَّجُلِ يُجَامِعُ أَهْلَهُ ثُمَّ يُكْسِلُ هَلْ عَلَيْهِمَا الْغُسْلُ وَعَائِشَةُ جَالِسَةٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى لأَفْعَلُ ذَلِكَ أَنَا وَهَذِهِ ثُمَّ نَغْتَسِلُ ».

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya namun tidak sampai keluar air mani. Apakah keduanya wajib mandi? Sedangkan Aisyah ketika itu sedang duduk di samping, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang dimaksud adalah Aisyah, pen) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun mandi.” (HR. Muslim no. 350)

3. Berhentinya Darah Haidh dan Nifas
Dalil mengenai hal ini adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Fathimah binti Abi Hubaisy,
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى
“Apabila kamu datang haidh hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haidh berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat.” (HR. Bukhari no. 320 dan Muslim no. 333).

Untuk nifas dihukumi sama dengan haidh berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Mengenai wajibnya mandi karena berhentinya darah haidh tidak ada perselisihan di antara para ulama. Yang menunjukkan hal ini adalah dalil Al Qur’an dan hadits mutawatir (melalui jalur yang amat banyak). Begitu pula terdapat ijma’ (kesepakatan) ulama mengenai wajibnya mandi ketika berhenti dari darah nifas.”

4. Ketika Orang Kafir Masuk Islam (Muallaf)
Mengenai wajibnya hal ini terdapat dalam hadits dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ أَسْلَمَ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَغْتَسِلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ

“Beliau masuk Islam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Perintah yang berlaku untuk Qois di sini berlaku pula untuk yang lainnya. Dalam kaedah ushul, hukum asal perintah adalah wajib. Ulama yang mewajibkan mandi ketika seseorang masuk Islam adalah Imam Ahmad bin Hambal dan pengikutnya dari ulama Hanabilah, Imam Malik, Ibnu Hazm, Ibnull Mundzir dan Al Khottobi.
Setiap  umat islam wajib mengetahui tata cara mandi wajib sesuai tuntunan Rosulullah Muhammad SAW, baik itu mandi wajib dikarenakan habis berhubungan suami istri, maupun mandi wajib seperti habis haid dan nifas, karena itu termasuk hal penting yang menentukan diterimanya sebuah ibadah sehabis berhadats besar.

Niat Mandi Wajib Beserta Do’anya

Hal yang tidak kalah pentingmya setiap kita melakukan mandi wajib (mandi Besar) adalah niat kita (niat mandi wajib), disamping mandi wajib sudah ada tata caranya tersendiri, tapi niat tetap tidak bisa dilupakan atau dikesampingkan, karena diterimahnya sebuah amal perbuatan itu juga bergantung pada niatnya.
Niat-niat mandi wajib itu ada beberapa macam, karena mandi wajib itu tidak hanya diwajibkan untuk orang yang habis ijma’ (berhubungan suami istri) saja, tapi mandi wajib itu diwajibkan bagi orang yang habis mimpi basah (keluar mani/sperma), wanita habis haid dan nifas dan wajib bagi orang kafir yang masuk islam.

Berikut Niat-Niat Mandi Wajib

1. Jika mandi besar disebabkan junub Mimpi basah, keluar mani, senggama maka niat mandi besarnya adalah

    BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAL JANABATI FARDLON LILLAHI TA’ALA.

Artiya: Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah Ta’ala

2. Jika mandi besarnya disebabkan karena haid maka niat mandi besarnya adalah

    BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAL HAIDI FARDLON LILLAHI TA’ALA.

Artinya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari haidl, fardlu karena Allah Ta’ala

3. Jika mandi besarnya disebabab karena nifas, maka niyat mandi besarnya adalah

    BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITU GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDLON LILLAHI TA’ALA.

Artinya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah Ta’ala

Tata Cara Mandi Wajib (Mandi Junub)

Adapun Tata Cara Mandi Wajib Mandi Junub yang sesuai Rosulullah ajarkan adalah sebagai berikut:

1. Niat Mandi Wajib
Seperti yang telah diterangkan diatas, niat untuk mandi wajib dapat di lafadzkan melalui lisan atau dalam hati baik dengan menggunakan bahasa Arab atau jika tidak hafal bisa membaca dengan bahasa arab versi latinnya, tetapi pada umumnya yang sesuai tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam lebih baik menggunakan bahasa Arab.

2. Membersihkan Kedua Telapak Tangan 
Siram atau basulah tangan kanan dengan menggunakan tangan kiri dan begitu pula sebaliknya, basulah atau siram tangan kiri dengan tangan kanan. Syarat ini disunnahkan diulangi selama 3 kali balikan.

3. Mencuci Kemaluan
Mencuci sekaligus membersihkan (mani) dan dari semua kotoran yang terdapat di sekitar kemaluan dengan menggunakan tangan kiri.

4. Berwudhu
Setelah membersihkan semuanya (kemaluan), saatnya berwudhu sebagaimana cara berwudhu ketika kita mau menunaikan shalat.

5. Membasuh Rambut dan Menyela Pangkal Kepala 
Cara membasuh rambut, cukup menyeka panggal kepala yaitu dengan memasukan kedua tangan ke dalam air, kemudian tangan yang telah basah sedikitnya dipercikan dengan sedikit goyangan tangan, lalu setelah itu gosokan pada bagian rambut sampai kulit kepala dengan menggunakan jari-jari tangan. Terakhir siramlah kepala secara 3 kali.

6. Menyiram dan Membersihkan Seluruh Anggota Tubuh
Pastikan seluruh anggota tubuh tersiram air dengan bersih, baik pada bagian-bagian yang tidak terlihat atau tersembunyi, juga pada lipatan bagian tubuh lainnya seperti ketiak, badan bagian belakang, dibawah kemaluan dan juga pada sel-sela jari kaki.

Untuk lebih jelasnya bisa menonton Video yang kami sertakan diakhir artikel ini

Tata Cara Mandi Besar (Junub) yang Lain
Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy

  • Sebelum mandi wajib harus dimulai dengan mengucap basmallah, dan harus berniat sesuai dengan kebutuhan ingin menghilangkan hadats besar karena apa.
  • Membersihkan kedua tangan 3x, terus membasuh kemaluan 3x juga.
  • Berwudhu seperti wudhunya orang hendak mau sholat namun berhenti di mengusap kepala (sebelum kaki), tapi boleh juga langsung membersihkan kakinya seperti wushunya orang sholat atau mengakhirkan ketika selesainya mandi.
  • Mencelupkan kedua telapak tangannya ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal rambut kepalanya dengan kedua telapak tangannya itu kemudian membersihkan kepalanya dan kedua telinganya tiga kali dengan tiga cidukan.

Keteranga tambahan:

HR At-TIrmidzi Menyela pangkal rambut hanya khusus bagi laki-laki. Bagi perempuan, cukup dengan mengguyurkan pada kepalanya tiga kali guyuran, dan menggosoknya, tapi jangan mengurai membuka rambutnya yang dikepang, karena ada hadist yand diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ummu Salamah yang bertanya kepada Rasulullah, Aku bertanya, wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini perempuan yang sangat kuat jalinan rambut kepalanya, apakah aku boleh mengurainya ketika mandi junub (mandi besar)? Maka Rasulullah menjawab, Jangan, sebetulnya cukup bagimu mengguyurkan air pada kepalamu tiga kali guyuran.

Mengguyur tubuhnya yang sebelah kanan dengan air, membersihkannya dari atas sampai ke bawah, kemudian bagian yang kiri seperti itu juga berturut-turut sambil membersihkan bagian-bagian yang tersembunyi pusar, bawah ketiak, lutut, dan lainnya, dan diriwatkan Dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda:

"Barangsiapa yang meningggalkan bagian tubuh yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut untuk tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadanya demikian dan demikian dari api neraka “. HR. Abu Dawud

Seorang Wanita Tidak Harus Melepas Jalinan atau Kepangan Rambutnya
cara mandi wajib“Ya Rasulullah, aku adalah wanita yang SANGAT KUAT kepangan/jalinan rambutku, apakah aku harus melepaskannya saat mandi janabah?” Beliau menjawab: “Tidak perlu, namun cukup bagimu untuk menuangkan air tiga tuangan ke atas kepalamu, kemudian engkau curahkan air ke tubuhmu, maka engkau suci.”  HR. Muslim no. 330

Boleh Mandi Hanya Sekali Setelah Men-jima’i Beberapa Istri
Anas bin Malik radiyallahu anhu berkata: “Adalah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam mengelilingi istri-istrinya (menjima’i mereka secara bergantian -pent.) dengan satu kali mandi.”  HR. Muslim no. 706 dan mandinya disini dilakukan ketika selesai jima yang akhir.


Demikianlah Ulsan Hasbi Htc Mengenai Mandi Wajib, semoga artikel tata cara mandi wajib yang benar cara Mandi bersih diatas adalah cara mandi wajib menurut islam, bisa bermanfaat bagi wanita dan pria yang Ingin lebih tahu mengenai Mandi wajib. Wassalam 

Demikian artikel yang bisa admin bagikan mengenai Tata Cara Mandi Wajib Beserta Bacaan Do’a Niat Mandi Wajib.
Semoga dengan artikel ini bisa menjawab rasa ingin  tahu para pembaca mengenai Tata cara mandi wajib/mandi junub sehabis berhubungan suami istri sesuai tuntunan Rasulullah SAW.



Terimakasih sudah berkunjung, jangan lupa dishare yaa!


TAGLINE:
mandi wajib, tata cara mandi wajib, doa mandi wajib, niat mandi wajib, doa mandi wajib setelah bersetubuh, doa mandi wajib setelah berhubungan suami istri, tata cara mandi wajib setelah bersetubuh, penyebab mandi wajib, mandi wajib bagi wanita, tata cara mandi wajib menurut rasulullah